Pemilu 2024: Sebuah Refleksi atas Demokrasi Indonesia
Pemilu 2024 – Pemilu 2024 membawa dua wajah berbeda dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Di satu sisi, ajang ini dipandang sebagai proses demokrasi yang sah, sementara di sisi lain, ia dinilai sebagai pemilu terburuk sepanjang sejarah oleh beberapa pihak, termasuk PDI-P dalam Rakernas V-nya. Kritik ini muncul bukan semata-mata karena kekalahan partai besar, tetapi karena tanda-tanda masalah telah terlihat jauh sebelum hari pencoblosan pada 14 Februari 2024.
Sorotan terhadap Pemilu 2024
Rakernas V PDI-P mengkritik keras berbagai masalah yang muncul selama Pemilu 2024. Salah satu sorotan utama adalah perubahan aturan syarat capres-cawapres oleh Mahkamah Konstitusi yang kontroversial, hingga berujung pada sanksi etik terhadap Ketua MK oleh Majelis Kehormatan MK. Masalah lain yang disoroti termasuk netralitas TNI-Polri, penggunaan program pemerintah untuk mendukung salah satu pasangan calon, dan dugaan intervensi kekuasaan dalam proses pemilu.
Namun, pihak yang memenangkan pemilu, seperti Presiden terpilih Prabowo Subianto, memandang bahwa Pemilu 2024 telah berjalan secara demokratis, aman, dan damai. Dalam berbagai kesempatan, Prabowo menegaskan bahwa proses elektoral telah menghargai kedaulatan rakyat dan mengikuti mekanisme hukum yang berlaku, termasuk penyelesaian sengketa melalui Mahkamah Konstitusi.
Pro dan Kontra Hasil Pemilu
Pandangan yang berbeda ini mencerminkan dua sisi dalam kompetisi politik. Pihak yang menang cenderung memandang pemilu sebagai proses yang sah dan wajar, sementara pihak yang kalah menilai pemilu ini mencerminkan kemunduran demokrasi. Perbedaan ini tidak hanya menggarisbawahi kompleksitas politik Indonesia, tetapi juga menyoroti luka-luka demokrasi yang disebabkan oleh praktik politik yang mengabaikan norma dan etika.
Pemilu 2024 memang berlangsung secara tertib dan damai di permukaan, tetapi laporan dari masyarakat sipil seperti Perludem dan Kontras mengungkapkan fakta lain. Mereka menilai bahwa Pemilu 2024 telah diwarnai oleh intervensi kekuasaan yang mencederai asas keadilan pemilu. Dalam laporan Perludem berjudul “Konsolidasi Demokrasi atau Kemunduran?”, mereka menyebut Pemilu 2024 justru memperlihatkan kemunduran demokrasi karena gagal menjaga netralitas penyelenggara pemilu.
Demokrasi yang Luka
Presiden dan wakil presiden terpilih untuk periode 2024-2029 mungkin sudah dipastikan secara konstitusional. Namun, perjalanan demokrasi Indonesia pasca-Pemilu 2024 meninggalkan luka mendalam. Kompetisi politik yang keras, disertai praktik-praktik yang tidak demokratis, merusak cita-cita reformasi.
Masalah mendasar seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) kembali menjadi sorotan, dengan rambu-rambu etika yang tampak tidak berjalan sebagaimana mestinya. Intervensi pemerintah, sebagai regulator, dalam memenangkan pasangan calon tertentu, menunjukkan betapa politik “menang-kalah” telah merusak tatanan demokrasi yang beradab.
Memperbaiki Demokrasi Pasca-Pemilu
Terlepas dari pro dan kontra hasil Pemilu 2024, mengembalikan demokrasi ke jati dirinya adalah langkah penting untuk masa depan Indonesia. Demokrasi bukan sekadar soal kemenangan elektoral, tetapi juga tentang menciptakan sistem yang adil, transparan, dan beretika.
Pemilu yang berkualitas harus memastikan regulasi, norma, dan etika berjalan selaras. Tugas lembaga seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP bukan hanya menjalankan pemilu sesuai aturan, tetapi juga menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
Sebagaimana dikatakan Ketua KPU, Hasyim Asy’ari: “Yang penting kami bekerja sungguh-sungguh, berdasarkan aturan, profesional, menjaga integritas, dan juga menjaga netralitas.” Pernyataan ini penting, tetapi harus dibuktikan dengan tindakan nyata yang mampu memperbaiki kelemahan dalam proses pemilu di masa depan.
Penutup
Pemilu 2024 menjadi cermin dari perjalanan demokrasi Indonesia yang penuh tantangan. Meski secara konstitusional hasilnya telah ditetapkan, fakta-fakta empirik menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah untuk memperbaiki kualitas demokrasi di masa depan. Demokrasi bukan hanya tentang pergantian kekuasaan, tetapi juga tentang menciptakan sistem yang damai, adil, dan beradab untuk semua pihak.