Tante Pemutilasi Bocah di Boltim Divonis Mati oleh Pengadilan
Tante Pemutilasi Bocah – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kotamobagu menjatuhkan vonis mati terhadap Arnita Mamonto, atau yang lebih dikenal dengan nama Aning. Perempuan berusia 19 tahun ini dinyatakan bersalah atas tindak pidana pembunuhan berencana terhadap keponakannya, TAM, seorang bocah perempuan berusia 9 tahun. Vonis ini diputuskan setelah serangkaian persidangan yang mengungkap kejahatan sadis yang dilakukan oleh Aning.
Putusan Pengadilan
Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai oleh Sulharman, bersama anggota Tommy Marly Mandagi dan Cut Nadia Diba Riski, menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana. Sidang putusan ini berlangsung pada Kamis, 21 November 2024.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati,” demikian bunyi putusan yang tertera di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Kotamobagu. Hakim juga memerintahkan agar Aning tetap berada dalam tahanan hingga eksekusi hukuman dilaksanakan.
Kronologi Kejadian
Kasus pembunuhan ini terjadi pada 18 Januari 2024 di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara. Peristiwa bermula saat Aning mendapati korban, TAM, bersama ibunya berada di rumah neneknya di Kecamatan Tutuyan, Boltim. Aning kemudian merencanakan tindakan keji demi merampas perhiasan emas yang dikenakan oleh korban.
Menurut keterangan Kapolres Boltim AKBP Sugeng Setyo Budhi, Aning menggunakan pisau untuk menggorok leher TAM hingga kepala korban terpisah dari tubuhnya. Setelah melakukan mutilasi, Aning merampas sejumlah perhiasan milik korban, termasuk satu kalung, satu gelang, dan dua cincin emas.
Usai merampas perhiasan tersebut, Aning mendorong tubuh korban ke selokan. Tindakan ini, seperti yang terungkap dalam persidangan, dilakukan dengan rencana matang untuk mendapatkan keuntungan dari barang berharga korban.
Reaksi Masyarakat dan Vonis Mati
Kasus ini mengguncang masyarakat Boltim dan menjadi perhatian nasional. Tindakan sadis Aning terhadap keponakannya sendiri dinilai sebagai bentuk kekejaman yang tidak bisa dimaafkan. Masyarakat mendukung keputusan majelis hakim untuk memberikan hukuman mati kepada terdakwa.
Majelis hakim menyatakan bahwa tindakan Aning termasuk dalam kategori pembunuhan berencana dengan tingkat kejahatan yang sangat berat. Hukuman mati dianggap sesuai untuk memberikan efek jera serta memenuhi rasa keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat.
Namun, sejumlah organisasi hak asasi manusia mengkritik hukuman mati yang dijatuhkan, dengan alasan bahwa hukuman tersebut tidak memberikan kesempatan rehabilitasi bagi pelaku. Perdebatan ini terus memanas di tengah perhatian publik yang luas terhadap kasus tersebut.
Pentingnya Pencegahan Kekerasan dalam Keluarga
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya perhatian terhadap potensi kekerasan dalam lingkungan keluarga. Pelaku dan korban memiliki hubungan keluarga dekat, namun motif kejahatan muncul akibat ketamakan dan kesempatan. Tragedi ini juga menggarisbawahi perlunya pendidikan moral dan pengawasan yang lebih baik dalam keluarga, khususnya untuk mencegah tindakan kriminal yang melibatkan anggota keluarga sendiri.
Tragedi ini menyoroti pentingnya pendekatan multi-sektor dalam mencegah kekerasan domestik. Diperlukan kerja sama antara pihak berwenang, komunitas lokal, dan keluarga untuk memastikan lingkungan yang aman dan mendidik bagi anak-anak.
Kesimpulan
Vonis mati yang dijatuhkan kepada Arnita Mamonto menegaskan komitmen sistem peradilan Indonesia dalam menangani kasus kejahatan berat, khususnya pembunuhan berencana. Kasus ini juga menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar guna mencegah terjadinya tragedi serupa di masa depan. Penegakan hukum yang tegas ini diharapkan mampu menjadi peringatan keras bagi siapa saja yang berniat melakukan kejahatan serupa.